Kamis, 01 Desember 2011

Toyota Vios

Beberapa waktu yang lalu aku mendapat kesempatan mencicipi sedan “low-cost” teranyar keluaran Toyota, yakni Vios 1.5 (2008). Sedan ini aku kendarai Bandung-Jakarta p.p.(pulang pergi, padahal mah harusnya pergi(dulu)-(baru)pulang) melewati tol Cipularang, yang dikenal maknyus untuk trek-trekan :D
Begitu meluncur ke dalam kabin, aku coba memutar kunci dan menyalakan mesin. Anehnya, mobil tidak memberikan respon apa pun kecuali panel-panel dashboard yang menyala. Kucoba berkali-kali memutar kunci, tetap saja tidak bisa (jadi inget iklan, jangan-jangan dipasangin RonCar :D ) “Koplingnya diteken dulu”, perintah kakakku (si pemilik mobil). Oalah, nyalain mesin mesti pencet kopling dulu, cem Mio aja kutengok mesti mencet rem dulu, padahal transmisi mobilnya manual n’ dalam kondisi netral.
Mobil mulai meluncur dengan mulus, namun tiba-tiba terdengar bunyi tiit tiit tiit mirip bunyi lift elektro yang macet (lihat artikel ini). Awalnya tidak terlalu mengganggu, eh tapi lama-lama bunyinya makin lama makin keras, jadi kayak bawa mobil ambulance aja. Kakakku yang duduk di sebelah malah cengar-cengir doang, baru kemudian ngasih clue : “Pake sabuk pengaman, makanya”. Oalah, katro bener. Ternyata itu alarm buat ngingetin pake sabuk pengaman. Begitu sabuknya “klik”, alarm padam seketika. NB : Alarm itu mulai menyala di atas kecepatan 20 km/jam.
Kelengkapan interior Vios cukup oke punya. Walaupun tidak menyediakan pemutar kaset, mobil ini udah dilengkapin dengan pemutar CD MP3 (bukan CD Audio lho). Pikir-pikir, aneh juga pemutar CD MP3 jadi kelengkapan standar, bukannya malah menyuburkan pembajakan lagu ya. Ah, tapi audio system-nya masih kalah sama merk-merk Cina, yang udah dilengkapin port USB segala buat muter lagu yang ada di flasdisk.
Yang aku suka, di setir / setang-nya (apa sih istilah yg bener?) ada tombol-tombol untuk kontrol audio sistem : ngerasin volume, pindah-pindah mode FM/MP3, sama pindah-pindah lagu. Berguna banget pas lagi nyetir sambil tetap menikmati musik.
Pengalaman kekatroan berlanjut ketika memarkirkan mobil dengan arah mundur di basement sebuah gedung. Tiba-tiba saja terdengar kembali bunyi tiit tiit tiit yang kali ini lebih mirip bunyi CPU yang RAM-nya error pas dinyalain. Semakin mundur, bunyi kok jadi semakin keras, tapi aku tetep cuek n’ stay cool sambil memperhatikan petugas parkir. Tidak lama kemudian ada beberapa peristiwa yang terjadi berbarengan : si petugas parkir bilang “STOP!”, dari arah belakang mobil terdengar bunyi “Jduk!”, dan bunyi alarm mati. Ooo, alarm tadi itu tanda jarak antara mobil dengan dinding yang ada di belakangnya. Makin keras, berarti udah semakin deket, berguna banget pas parkir mundur. Yah, tapi tadi petugasnya telat ngomong stop, dan mobil udah keburu nyundul dinding sedikit hehehe :D
Secara umum, performa Vios dalam menaklukkan trek tol Cipularang memang jempolan. Berdasarkan pengamatanku, rata-rata kecepatan mobil ini dengan putaran mesin dibatasi maksimal 4000 rpm :
Gigi 1 : 0 – 30 km/jam
Gigi 2 : 30 – 60 km/jam
Gigi 3 : 60 – 90 km/jam
Gigi 4 : 90 – 120 km/jam
Gigi 5 : 120 – 160 km/jam
Kecepatan maksimal yang sempat aku capai : 170 km/jam, tapi di angka segitu udah ga enakeun banget bunyi + getarannya.
Yang lebih menyenangkan, di ke-empat ban-nya udah pake rem cakram + sistem ABS (klo ga salah : Anti-lock Braking System, bukan Arya BL Show!). Sistem ini mengatur agar ban nggak “locking” pas ngerem dengan ekstrim. Aku udah merasakan kegunaannya pas ngerem mendadak dari kecepatan 120 km/jam turun ke 50 km/jam gara-gara ada truk nongol tiba-tiba. Mobil tetap stabil, meskipun jalanan agak basah karena gerimis.
Sekian saja pengalaman katro ini. Buat yang tertarik ma Vios bisa langsung dateng ke dealer setempat dengan membawa kocek 180 jeti (gw sih ga punya duit buat beli, jadi tester doang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar