Satu hal yang menarik saya catat adalah penggunaan lokomotif yang menggunakan tenaga uap. Sumber tenaga berupa uap dihasilkan dari perebusan air di dalam ketel. Untuk membakar ketel tersebut dibutuhkan bahan bakar dalam jumlah yang relatif banyak. Dalam hal ini digunakan kayu, yang menurut informasi dari petugasnya haruslah menggunakan jenis kayu jati. Alasannya adalah kayu jati dapat menghasilkan panas yang cukup tinggi serta mampu cepat merebus dan mendidihkan air di dalam ketel loko. Untuk satu paket perjalanan tentu saja dibutuhkan bahan bakar kayu jati dalam jumlah besar. Jadi dapat dibayangkan apabila museum KA tersebut yang memiliki 2 armada kereta api wisata ini akan memerlukan kayu jati sebagai kayu bakar dalam jumlah besar.Pemilihan kayu jati sebagai bahan bakar ini tentu saja akan mengakibatkan efek berantai lain. Pemenuhan pasokan kayu jati ini meskipun masih ada dari daerah Blora dan sekitarnya, namun produksi kayu jati saat ini sudah tidak sebanding dengan penanaman dan pertumbuhan kayu jati itu sendiri. Pohon jati termasuk tanaman yang lambat pertumbuhannya, sementara kayu jati sendiri memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Jadi kayu jati yang mungkin digunakan adalah berupa kayu jati muda, kayu jati kualitas rendah, ranting atau serpihan kulit kayu. Untuk itu pemenuhan pasokan kayu sebagai bahan bakar lokomotif akan menjadi masalah perlu dipikirkan kembali sejak sekarang.
Penggunaan bahan bakar alternatif perlu dipikirkan kembali untuk dapat digunakan sebagai pembangkit uap loko. Salah satu cara adalah dengan menggunakan jenis kayu lain yang dapat ditanam dengan pertumbuhan cepat di hutan produksi dan relatif kurang memiliki nilai ekonomi tinggi. Cara lain adalah dengan menggunakan bahan bakar batubara., hal ini cukup masuk akal karena penggunaan batubara memang sudah umum untuk bahak bakar penggerak lokomotif di Eropa pada tahun-tahun lokomotif ini dibuat. Kalaupun tetap harus kayu, maka dapat juga menggunakan arang yang diperoleh dari proses karbonisasi kayu-kayu kualitas rendah atau bahkand ari biomassa seperti tempurung, sekam, ranting dan lain-lain. Tentu saja ada masalah teknis seperti kualitas panas yang dihasilkan akan lebih rendah, hal ini mungkin dapat diatasi dari sisi jumlah bahan bakar yang digunakan.
Demikian semoga tulisan ini dapat menjadi pertimbangan pengelola untuk menjalankan paket wisata kereta api nostalgia ini. Harapannya tentu saja paket ini tetap dapat dipertahankan dan lebih banyak pihak yang dapat menikmatinya. Sebagai gambaran, saat ini pengunjung lokal lebih banyak hanya mampu untuk menggunakan kereta api diesel dibandingkan dengan kereta api uap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar